MAKALAH
Penyusun :
Melati Anggraeni 10208794
Novita Nur. R 10208906
3EA02
UNIVERSITAS GUNADARMA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkata atas rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Dalam penulisan ini kita akan mengulas salah satu perusahaan yang menurut kami mempunyai strategi yang berorientasi pada pelanggan
Pada kesempatan ini pula kami tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tugas makalah ini, terutama kepada :
1. Kepada Bapak M. HERMAWAN yang sudah mau mnerangkan tentang usahanya
2. Teman-teman kelompok yang telah saling membantu menyelesaikan makalah ini dalam memcari referensi dari berbagai sumber
3. Orang tua yang selalu memberikan dorongan moral kepada penulis.
4. Semua teman-teman yang telah memberikan dorongan dan semangatnya.
Sungguh penulis sudah sangat berusaha menyusun makalah ini secermat dan seteliti mungkin, namun sebagai mannusia biasa, pastilah tidak lepas dari kesalahan. Untuk itulah penulis nantikan koreksi dan kritik dari yang membangun dari para pembaca.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan Rahmat kepada kita semua. Dan makalah ini bermanfaat untuk semua pihak.
Jakarta, Desember 2010
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perusahaaan ini adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengrajin kain Batik yang dimulai sebagai agen berdasarkan pengrajin batik.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, pasti ada permasalahan yag dibahas. Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Jenis-jenis kain apa saja yang di jual ?
2. Aset perusahaan sekarang apa saja ?
3. Siapa saja yang sering menjadi konsumen ?
1.2. Tujuan Penulisan
Berdasarkan Rumusan Masalah yang akan dibahas, maka Tujuan Penulisan adalah agar pembaca bisa mendapatkan informasi menganal usaha ini dan lebih memahami termasuk jenis apa usaha tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Profil bisnis mahkota cell
Perusahaan ini didirikan pada Januari 1990 Perusahaan ini bergerak dalam bidang pengrajin kain batik.
Dimulai sebagai agen berdasarkan ke pengrajin kain batik dan jenis kain lainnya. Dengan awal modal yang dimiliki oleh Bapak M. HERMAWAN sebanyak kurang lebih Rp. 20.000.000, dia memulai usahanya. Dengan banyak pegawai 20 orang dan omset penjualan mencapai Rp. 15.000.000 per bulan pada tahun 1990.
Selama usahanya berdiri terjadi kamajuan dan kemunduran, dan omset penjualan yang diperoleh berkisar 40 – 85 juta tergantung pemasarannya. Pemasaran perusahaan ini hanya dalam lingkup JABOTABEK.
Jenis-jenis barang yang dijual pada perusahaan ini adalah :
1. Bahan untuk pakaian
2. Untuk tas
3. berbagai jenis kerajinan tangan
Dengan berjalannya waktu selama usahanya berdiri Bapak M. Hermawan memperoleh berbagai keuntungan dan tidak sering pula mengalami kerugian yang disebabkan oleh beberapa faktor. Misalnya :
1. Bahan yang di gunakan mengalami kerusakan
2. Mesinnya mengalami kendala , sehingga memperlambat dalam proses poduksinya
Aset perusahaan yang dimiliki saat ini adalah :
1. Gudang
2. Tempat untuk pengrajin
3. 3 mesin, yaitu : a. 10 jenis mesin pemotong kain batik
b. 6 jenis mesin jait
c. kompresor dan inventaris kantor
Pelanggan pada perusahaan ini yaitu :
1. Konsumen Langsung
2. Toko => bahan 10 votlite
3. Pengrajin kain batik => bahan
4. Pabrik => 2500 pice/bulan (PT. SABANG dan PT. TEKSTIL)
BAB III
PENUTUP
PT.JAYA MAKMUR yang didirikan pada tahun 1990 ini bergerak dalam bidang pengrajin batik. mengutamakan mutu dan kualitas bahan-bahan yang baik yang akan dikirimkan ke para konsumennya.
Senin, 27 Desember 2010
Senin, 20 Desember 2010
PEMERINTAH PERKUAT KOORDINASI PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pemerintah akan lebih mengintensifkan koordinasi antara instansi terkait untuk meningkatkan perlindungan konsumen terutama terkait dengan merebaknya isu kandungan zat/bahan berbahaya pada beberapa produk pangan yang beredar di tanah air.
Menteri Perdagangan, Mari Pangestu dalam konperensi pers yang digelar hari ini mengenai langkah pemerintah untuk menegakkan perlindungan konsumen mengatakan bahwa telah mengadakan rapat koordinasi sehari sebelumnya dengan instansi terkait seperti Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM); Departemen Perindustrian, Ditjen Bea dan Cukai, Bareskrim POLRI maupun pemangku kepentingan seperti Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPPMI) dan Pusat Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman (PIPIMM).
"Upaya mencerdaskan konsumen harus terus dilakukan secara koordinatif dan konsisten, agar konsumen cermat dan bijak dalam mengkonsumsi suatu produk khususnya pangan, obat-obatan dan kosmetik" kata Mendag Mari Pangestu.
Menteri mengatakan, Rapat Koordinasi dilakukan sesui Undang-undang No. 8 tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen, dimana Menteri Perdagangan ditugaskan untuk mengkoordinasikan penyelenggaraan dan upaya penegakan perlindungan konsumen di Indonesia. Sementara regulasi dan pembinaannya dilakukan oleh masing-masing department/instansi terkait.
Menurut Mendag, terkait dengan pemberitaan yang cukup luas baik di luar negeri maupun di dalam negeri mengenai beberapa produk Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang diberitakan mengandung zat/bahan berbahaya, dalam rapat koordinasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Husniah Rubiana Thamrin Akib menyampaikan bahwa BPOM dalam sepekan terakhir telah mengadakan pengambilan dan pengujian sample terhadap 39 produk permen,manisan dan kembang gula impor dari RRT yang beredar di Jakarta.
"Dari 39 jenis produk yang kami uji laboratorium tersebut, terdapat 7 (tujuh) produk positif mengandung formalin. Ke-7 produk tersebut adalah White Rabbit Creamy Candy, Permen Kiamboy, Permen Classic Candy, Permen Blackcurrant, Permen White Rabbit bernomor Depkes RI SP No. 231/10.09/96, dan permen White Rabbit dengan merek yang sama namun tanpa izin edar serta Manisan Plum. Ke semua produk tersebut hampir seluruhnya tidak memiliki izin edar dan dijual dalam bentuk curah di beberapa pasar dan toko di Jakarta", kata Husniah Rubiana Thamrin Akib Berdasarkan Undang-undang No. 7 tahun 1969 tentang pangan dan sesuai Peraturan Pemerintah No.28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, diatur bahwa setiap pangan yang akan masuk dan beredar di Indonesia harus memenuhi keamanan, mutu dan gizi pangan yang dibuktikan dengan kelengkapan hasil uji dan pemeriksaan dari negara asal.
Selain itu produk tersebut juga harus diuji dan diperiksa di Indonesia sebelum diedarkan dan memperoleh tanda pendaftaran ML yang diterbitkan oleh BPOM. Hal yang sama berlaku pula terhadap produk pangan hasil produksi dalam negeri yang harus diuji dan diperiksa oleh BPOM untuk memperoleh tanda pendaftaran MD yang artinya produk tersebut sudah layak diedarkan dan dikonsumsi.
Oleh sebab itu, Menteri Perdagangan menghimbau agar konsumen perlu bersikap cerdas. "Saya menghimbau sebelum mengkonsumsi produk pangan termasuk obat dan kosmetik kita semua telah paham dan tahu bahwa dalam label produk yang diperdagangkan telah tercantum nomor registrasi dari BPOM. Karenanya, konsumen tidak perlu ragu dan khawatir untuk
mengkonsumsi produk permen sepanjang telah tertera tanda registrasi dari BPOM dimaksud. Hindari menggunakan produk pangan dan kosmetik yang tidak memiliki tanda dan registrasi karena bisa jadi produk tersebut dipalsu ataupun kemungkinan produk selundupan yang tidak legal di distribusikan di wilayah Indonesia", lanjut Mendag
Kepala BPOM, Husniah mengatakan bahwa BPOM telah menerbitkan Public Warning kepada seluruh lapisan masyarakat mengenai 7 (tujuh) permen asal RRT yang mengandung zat berbahaya atau melebihi takaran yang diijinkan. "Saya juga meminta bantuan APRINDO dan APPSI untuk dapat bekerjasama dan mengingatkan anggotanya untuk tidak memperdagangkan produk permen yang terbukti secara laboratorium berbahaya tersebut, di gerai ritel dan kios usaha-nya", kata KBPOM.
Sementara itu, kami juga akan terus turun ke lapangan memantau bahwa produk pangan, obat-obatan, dan kosmetik yang beredar memiliki label MD, ML, CD maupun CL sesuai dengan perundangan dan aturan yang ada, baik itu berasal dari luar negeri maupun dalam negeri, lanjut Husniah
Menanggapi kemungkinan produk-produk pangan,obat-obatan dan kosmetik yang masuk ke wilayah Indonesia dengan tidak legal/selundupan, Kapala BPOM mengatakan bahwa hal ini akan ditangani bersama dengan berbagi pihak termasuk Ditjen Bea&Cukai dan instasni terkait. "Kami telah mengadakan koordinasi dengan Ditjen Bea&Cukai dan membentuk gugus tugas untuk menghindari masuknya produk-produk pangan, obat-obatan maupun kosmetik yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku", kata Kepala BPOM.
Sekjen PIPIMM Franky Sibarani yang juga Ketua GAPMMI mengatakan pada dasarnya PIPIMM mendukung langkah BPOM dan upaya Departemen Perdagangan untuk menegakkan perlindungan konsumen sekaligus menertibkan usaha industri dan importasi produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
Mendag Mari Pangestu menegaskan bahwa Pemerintah akan dengan konsisten melakukan koordinasi untuk melindungi konsumen dan mengambil langkah-langkah sesuai hukum jika ditemui pelangaaran terhadap Undang-Undang. "Saya akan melanjutkan terus koordinasi ini dengan instansi terkait, sehingga tercipta iklim usaha yang baik dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsmen. Saya juga meminta bantuan media dan lembaga swadaya masyarakat agar turut membantu upaya-upaya tersebut. Selain itu, tentunya kami akan melakukan upaya sosialisasi kepada konsumen secara terus menerus bekerjasama dengan seluruh pemangku kepentingan"
Selanjutnya Mari Pangestu mengatakan bahwa diharapkan dengan diberlakukannya sistim National Single Window (NSW) awal tahun depan, isu penyelundupan dapat dikurangi, sehingga juga membantu mencegah impor illegal produk pangan
sumber:google.com
Menteri Perdagangan, Mari Pangestu dalam konperensi pers yang digelar hari ini mengenai langkah pemerintah untuk menegakkan perlindungan konsumen mengatakan bahwa telah mengadakan rapat koordinasi sehari sebelumnya dengan instansi terkait seperti Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM); Departemen Perindustrian, Ditjen Bea dan Cukai, Bareskrim POLRI maupun pemangku kepentingan seperti Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPPMI) dan Pusat Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman (PIPIMM).
"Upaya mencerdaskan konsumen harus terus dilakukan secara koordinatif dan konsisten, agar konsumen cermat dan bijak dalam mengkonsumsi suatu produk khususnya pangan, obat-obatan dan kosmetik" kata Mendag Mari Pangestu.
Menteri mengatakan, Rapat Koordinasi dilakukan sesui Undang-undang No. 8 tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen, dimana Menteri Perdagangan ditugaskan untuk mengkoordinasikan penyelenggaraan dan upaya penegakan perlindungan konsumen di Indonesia. Sementara regulasi dan pembinaannya dilakukan oleh masing-masing department/instansi terkait.
Menurut Mendag, terkait dengan pemberitaan yang cukup luas baik di luar negeri maupun di dalam negeri mengenai beberapa produk Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang diberitakan mengandung zat/bahan berbahaya, dalam rapat koordinasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Husniah Rubiana Thamrin Akib menyampaikan bahwa BPOM dalam sepekan terakhir telah mengadakan pengambilan dan pengujian sample terhadap 39 produk permen,manisan dan kembang gula impor dari RRT yang beredar di Jakarta.
"Dari 39 jenis produk yang kami uji laboratorium tersebut, terdapat 7 (tujuh) produk positif mengandung formalin. Ke-7 produk tersebut adalah White Rabbit Creamy Candy, Permen Kiamboy, Permen Classic Candy, Permen Blackcurrant, Permen White Rabbit bernomor Depkes RI SP No. 231/10.09/96, dan permen White Rabbit dengan merek yang sama namun tanpa izin edar serta Manisan Plum. Ke semua produk tersebut hampir seluruhnya tidak memiliki izin edar dan dijual dalam bentuk curah di beberapa pasar dan toko di Jakarta", kata Husniah Rubiana Thamrin Akib Berdasarkan Undang-undang No. 7 tahun 1969 tentang pangan dan sesuai Peraturan Pemerintah No.28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, diatur bahwa setiap pangan yang akan masuk dan beredar di Indonesia harus memenuhi keamanan, mutu dan gizi pangan yang dibuktikan dengan kelengkapan hasil uji dan pemeriksaan dari negara asal.
Selain itu produk tersebut juga harus diuji dan diperiksa di Indonesia sebelum diedarkan dan memperoleh tanda pendaftaran ML yang diterbitkan oleh BPOM. Hal yang sama berlaku pula terhadap produk pangan hasil produksi dalam negeri yang harus diuji dan diperiksa oleh BPOM untuk memperoleh tanda pendaftaran MD yang artinya produk tersebut sudah layak diedarkan dan dikonsumsi.
Oleh sebab itu, Menteri Perdagangan menghimbau agar konsumen perlu bersikap cerdas. "Saya menghimbau sebelum mengkonsumsi produk pangan termasuk obat dan kosmetik kita semua telah paham dan tahu bahwa dalam label produk yang diperdagangkan telah tercantum nomor registrasi dari BPOM. Karenanya, konsumen tidak perlu ragu dan khawatir untuk
mengkonsumsi produk permen sepanjang telah tertera tanda registrasi dari BPOM dimaksud. Hindari menggunakan produk pangan dan kosmetik yang tidak memiliki tanda dan registrasi karena bisa jadi produk tersebut dipalsu ataupun kemungkinan produk selundupan yang tidak legal di distribusikan di wilayah Indonesia", lanjut Mendag
Kepala BPOM, Husniah mengatakan bahwa BPOM telah menerbitkan Public Warning kepada seluruh lapisan masyarakat mengenai 7 (tujuh) permen asal RRT yang mengandung zat berbahaya atau melebihi takaran yang diijinkan. "Saya juga meminta bantuan APRINDO dan APPSI untuk dapat bekerjasama dan mengingatkan anggotanya untuk tidak memperdagangkan produk permen yang terbukti secara laboratorium berbahaya tersebut, di gerai ritel dan kios usaha-nya", kata KBPOM.
Sementara itu, kami juga akan terus turun ke lapangan memantau bahwa produk pangan, obat-obatan, dan kosmetik yang beredar memiliki label MD, ML, CD maupun CL sesuai dengan perundangan dan aturan yang ada, baik itu berasal dari luar negeri maupun dalam negeri, lanjut Husniah
Menanggapi kemungkinan produk-produk pangan,obat-obatan dan kosmetik yang masuk ke wilayah Indonesia dengan tidak legal/selundupan, Kapala BPOM mengatakan bahwa hal ini akan ditangani bersama dengan berbagi pihak termasuk Ditjen Bea&Cukai dan instasni terkait. "Kami telah mengadakan koordinasi dengan Ditjen Bea&Cukai dan membentuk gugus tugas untuk menghindari masuknya produk-produk pangan, obat-obatan maupun kosmetik yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku", kata Kepala BPOM.
Sekjen PIPIMM Franky Sibarani yang juga Ketua GAPMMI mengatakan pada dasarnya PIPIMM mendukung langkah BPOM dan upaya Departemen Perdagangan untuk menegakkan perlindungan konsumen sekaligus menertibkan usaha industri dan importasi produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
Mendag Mari Pangestu menegaskan bahwa Pemerintah akan dengan konsisten melakukan koordinasi untuk melindungi konsumen dan mengambil langkah-langkah sesuai hukum jika ditemui pelangaaran terhadap Undang-Undang. "Saya akan melanjutkan terus koordinasi ini dengan instansi terkait, sehingga tercipta iklim usaha yang baik dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsmen. Saya juga meminta bantuan media dan lembaga swadaya masyarakat agar turut membantu upaya-upaya tersebut. Selain itu, tentunya kami akan melakukan upaya sosialisasi kepada konsumen secara terus menerus bekerjasama dengan seluruh pemangku kepentingan"
Selanjutnya Mari Pangestu mengatakan bahwa diharapkan dengan diberlakukannya sistim National Single Window (NSW) awal tahun depan, isu penyelundupan dapat dikurangi, sehingga juga membantu mencegah impor illegal produk pangan
sumber:google.com
Evaluasi terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial PT. Caltex: studi kasus terhadap peningkatan pendidikan masyarakat di Kabupaten Bengkalis.
Tanggung jawab sosial perusahaan adalah sebuah ide bahwa perusahaan harus memiliki tanggung jawab tertentu terhadap masyarakat. Konsep tanggung jawab sosial perusahaan ini telah mengalami pergeseran dari arti yang sempit (Shareholders) kepada arti yang lebih luas (Stakeholders), dimana suatu perusahaan tidak lagi dapat mengabaikan faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan. Kabupaten Bengkalis merupakan daerah yang memiliki potensi minyak terbesar di daerah Riau, yaitu terletak di Duri Kecamatan Mandau. Namun kondisi daerah yang kaya ini berbanding terbalik dengan kondisi kehidupan masyarakat yang terbelakang dalam pendidikan dan miskin dalam kehidupannya. Tingkat kesejahteraan rata-rata penduduk di Bengkalis relatif lebih rendah dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Propinsi Riau. Siapa sangka, ternyata Riau pernah menempati urutan kedua setelah Timor-Timur sebagai daerah paling miskin di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif, untuk memberikan deskriptif/gambaran tentang tanggung jawab sosial perusahaan PT. Caltex. Dalam penelitian ini, PT. Caltex mengemban tanggung jawab sosial perusahaan yang merupakan wujud keperdulian PT. Caltex terhadap kehidupan masyarakat sebagai timbal balik dari hasil yang telah didapatkan oleh PT. Caltex di Kabupaten Bengkalis. Dengan tanggung jawab sosial tersebut yang diwujudkan rnelalui program pengembangan masyarakat dan pemberian bantuan, khususnya di bidang pendidikan diharapkan PT. Caltex dapat meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat di Kabupaten Bengkalis. Melalui peningkatan di bidang pendidikan diharapkan masyarakat menjadi lebih produktif sehingga dapat bersaing dalam meraih lapangan pekerjaan yang pada akhirnya diharapkan masyarakat mampu memperbaild kesejahteraan hidupnya. Dengan keberadaan PT. Caltex di Kabupaten Bengkalis memunculkan pertanyaan mengenai : sejauh mana tanggung jawab sosial PT. Caltex terhadap masyarakat di Kabupaten Bengkalis, sejauh mana besarnya pengalokasian dana yang ditujukan untuk program tanggung jawab sosial PT. Caltex, serta sejauh mana penentuan lokasi dan sasaran program bantuan PT. Caltex dapat bermanfaat bagi masyarakat di Kabupaten Bengkalis. Latar belakang dan pertanyaan tersebut mendasari penelitian ini yang bertujuan untuk : (1) tujuan umum, yaitu mengetahui sejauhmana gambaran tentang pelaksanaan tanggung jawab sosial PT. Caltex melalui peningkatan bidang pendidikan di Kabupaten Bengkalis, (2) tujuan Khusus yaitu ; (a) mengetahui sejauh mana pengalokasian dana yang ditujukan untuk program tanggung jawab sosial PT. Caltex dalam upaya peningkatan bidang pendidikan di Kabupaten Bengkalis, dan (b) mengetahui sejauh mana pelaksanaan program tanggung jawab sosial PT. Caltex di bidang pendidikan yang dilihat dari penentuan lokasi dan sasaran yang dituju. Dalam penelitian ini telah berhasil diidentifikasi dan dideskripsikan berbagai program tanggung jawab sosial PT. Caltex. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial PT. Caltex sebagai wujud keperdulian perusahaan kepada kehidupan masyarakat masih sangat kecil. Sampai dengan tahun 2000 program tanggung jawab sosial PT. Caltex di bidang pendidikan yang diwujudkan dengan pemberian bantuan baru hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat di Kabupaten Bengkalis. Dengan demikian keberadaan PT. Caltex yang diharapkan dapat membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan ternyata tidak dapat diharapkan. Sebagian besar daerah di Kabupaten masih banyak kekurangan fasilitas gedung sekolah yang menyebabkan daya tampung sekolah terhadap anak-anak usia sekolah sangat terbatas sehingga menyebabkan banyak anak usia sekolah tidak dapat bersekolah. Sampai sejauh mana tanggung jawab sosial PT. Caltex terhadap peningkatan pendidikan di kabupaten Bengkalis dapat dilihat sebagai berikut : (1) pengalokasian dana yang ditujukan untuk program tanggung jawab sosial PT. Caltex, hasil penelitian menunjukkan bahwa dana yang dialokasikan untuk program tanggung jawab sosial PT. Caltex masih sangat kecil tidak sebanding dengan penghasilan yang didapat PT. Caltex dari daerah Bengkalis ; (2) Lokasi dan sasaran bantuan PT. Caltex, hasil penelitian menunjukkan bahwa program bantuan PT. Caltex sebagai wujud tanggung jawab perusahaan hanya terfokus pada daerah Mandau yang merupakan daerah operasi lapangan minyak Caltex, sedangkan kalau dilihat dari lamanya PT. Caltex beroperasi dan besarnya hasil yang didapat dan daerah Bengkalis seharusnya program tanggung jawab sosial PT. Caltex tidak lagi hanya pada daerah Kecamatan Mandau tetapi sudah lingkup Kabupaten Bengkalis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab sosial PT. Caltex sebagai wujud keperdulian perusahaan terhadap masyarakat masih sangat kecil, tidak sebanding dengan penghasilan yang diperoleh PT. Caltex dari daerah Bengkalis. Oleh karena itulah saran penelitian ini yang ditujukan kepada PT. Caltex agar lebih meningkatkan tanggung jawab sosial perusahaannya kepada masyarakat baik dari peningkatan alokasi dana maupun penentuan sasaran yang lebih melihat pada masyarakat yang lebih membutuhkan.
A. ANALISIS MENGENAI PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Penelitian ini merupakan studi kasus pada unit PT. PG Krebet Baru Bululawang dengan judul “Analisis Mengenai Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Pelaporannya”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan selama tahun 2000 dan 2001, perlakuan akuntansi atas biaya yang telah dikeluarkan sehubungan dengan pelaksanaan tanggung sosial, serta bagaimana perusahaan melaporkan tanggung jawab sosialnya kepada pihak-pihak pemakai informasi keuangan.
Dalam melakukan analisa terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, penulis membandingkan biaya-biaya sosial selama tahun 2000 dengan biaya-biaya sosial selama tahun 2001; untuk menganalisa terhadap perlakuan atas biaya-biaya sehubungan dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial, penulis menggunakan teori-teori yang ada mengenai akuntansi biaya serta Standar Akuntansi Keuangan sebagai pedoman perlakuan akuntansi atas biaya sosial; dan untuk menganalisa pelaporan atas pertanggung jawab sosial, penulis menggunakan teori tentang akuntansi sosial.
Hasil analisis terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan selama tahun 2000 dan 2001, mengalami peningkatan sebesar 5,2% yaitu Rp.7.859.770.559,67 di tahun 2000 menjadi Rp. 8.265.969.125,05 di tahun 2001. Hasil analisis terhadap perlakuan akuntansi atas biaya-biaya sosial, perusahaan memperlakukan semua biaya sosial kecuali biaya pengadaan sarana dan prasarana sosial sebagai biaya produksi, sedangkan biaya pengadaan sarana dan prasarana sosial dikapitalisasikan untuk diakui sebagai aktiva perusahaan. Sedangkan hasil analisis terhadap pelaporan pertanggung jawaban sosial, perusahaan selama ini tidak pernah melaporkan tanggung jawab sosialnya secara eksplisit dalam laporan keuangan.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, apabila perusahaan tidak memperlakukan semua biaya sosial sebagai komponen biaya produksi, maka biaya produksi perusahaan akan berkurang sebesar Rp. 4.467.664.574,14 untuk tahun 2000 dan Rp. 4.726.142.636,36 untuk tahun 2001, dan biaya administrasi dan umum akan meningkat sebesar penurunan biaya produksi untuk kedua tahun tersebut; Sedangkan format pelaporan pertanggung jawaban sosial perusahaan yang sesuai adalah Outlays Cost Approach.
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan bahwa sebaiknya perusahaan merubah kebijakannya dalam memperlakukan biaya-biaya sosialnya,serta hendaknya perusahaan mulai mempertimbangkan untuk melaporkan pertanggung jawaban sosialnya dalam laporan tambahan, sepanjang hal tersebut dapat dilakukan
Deskripsi Alternatif :
Penelitian ini merupakan studi kasus pada unit PT. PG Krebet Baru Bululawang dengan judul “Analisis Mengenai Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Pelaporannya”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan selama tahun 2000 dan 2001, perlakuan akuntansi atas biaya yang telah dikeluarkan sehubungan dengan pelaksanaan tanggung sosial, serta bagaimana perusahaan melaporkan tanggung jawab sosialnya kepada pihak-pihak pemakai informasi keuangan.
Dalam melakukan analisa terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, penulis membandingkan biaya-biaya sosial selama tahun 2000 dengan biaya-biaya sosial selama tahun 2001; untuk menganalisa terhadap perlakuan atas biaya-biaya sehubungan dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial, penulis menggunakan teori-teori yang ada mengenai akuntansi biaya serta Standar Akuntansi Keuangan sebagai pedoman perlakuan akuntansi atas biaya sosial; dan untuk menganalisa pelaporan atas pertanggung jawab sosial, penulis menggunakan teori tentang akuntansi sosial.
Hasil analisis terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan selama tahun 2000 dan 2001, mengalami peningkatan sebesar 5,2% yaitu Rp.7.859.770.559,67 di tahun 2000 menjadi Rp. 8.265.969.125,05 di tahun 2001. Hasil analisis terhadap perlakuan akuntansi atas biaya-biaya sosial, perusahaan memperlakukan semua biaya sosial kecuali biaya pengadaan sarana dan prasarana sosial sebagai biaya produksi, sedangkan biaya pengadaan sarana dan prasarana sosial dikapitalisasikan untuk diakui sebagai aktiva perusahaan. Sedangkan hasil analisis terhadap pelaporan pertanggung jawaban sosial, perusahaan selama ini tidak pernah melaporkan tanggung jawab sosialnya secara eksplisit dalam laporan keuangan.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, apabila perusahaan tidak memperlakukan semua biaya sosial sebagai komponen biaya produksi, maka biaya produksi perusahaan akan berkurang sebesar Rp. 4.467.664.574,14 untuk tahun 2000 dan Rp. 4.726.142.636,36 untuk tahun 2001, dan biaya administrasi dan umum akan meningkat sebesar penurunan biaya produksi untuk kedua tahun tersebut; Sedangkan format pelaporan pertanggung jawaban sosial perusahaan yang sesuai adalah Outlays Cost Approach.
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan bahwa sebaiknya perusahaan merubah kebijakannya dalam memperlakukan biaya-biaya sosialnya,serta hendaknya perusahaan mulai mempertimbangkan untuk melaporkan pertanggung jawaban sosialnya dalam laporan tambahan, sepanjang hal tersebut dapat dilakukan
sumber: google.com
A. ANALISIS MENGENAI PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Penelitian ini merupakan studi kasus pada unit PT. PG Krebet Baru Bululawang dengan judul “Analisis Mengenai Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Pelaporannya”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan selama tahun 2000 dan 2001, perlakuan akuntansi atas biaya yang telah dikeluarkan sehubungan dengan pelaksanaan tanggung sosial, serta bagaimana perusahaan melaporkan tanggung jawab sosialnya kepada pihak-pihak pemakai informasi keuangan.
Dalam melakukan analisa terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, penulis membandingkan biaya-biaya sosial selama tahun 2000 dengan biaya-biaya sosial selama tahun 2001; untuk menganalisa terhadap perlakuan atas biaya-biaya sehubungan dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial, penulis menggunakan teori-teori yang ada mengenai akuntansi biaya serta Standar Akuntansi Keuangan sebagai pedoman perlakuan akuntansi atas biaya sosial; dan untuk menganalisa pelaporan atas pertanggung jawab sosial, penulis menggunakan teori tentang akuntansi sosial.
Hasil analisis terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan selama tahun 2000 dan 2001, mengalami peningkatan sebesar 5,2% yaitu Rp.7.859.770.559,67 di tahun 2000 menjadi Rp. 8.265.969.125,05 di tahun 2001. Hasil analisis terhadap perlakuan akuntansi atas biaya-biaya sosial, perusahaan memperlakukan semua biaya sosial kecuali biaya pengadaan sarana dan prasarana sosial sebagai biaya produksi, sedangkan biaya pengadaan sarana dan prasarana sosial dikapitalisasikan untuk diakui sebagai aktiva perusahaan. Sedangkan hasil analisis terhadap pelaporan pertanggung jawaban sosial, perusahaan selama ini tidak pernah melaporkan tanggung jawab sosialnya secara eksplisit dalam laporan keuangan.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, apabila perusahaan tidak memperlakukan semua biaya sosial sebagai komponen biaya produksi, maka biaya produksi perusahaan akan berkurang sebesar Rp. 4.467.664.574,14 untuk tahun 2000 dan Rp. 4.726.142.636,36 untuk tahun 2001, dan biaya administrasi dan umum akan meningkat sebesar penurunan biaya produksi untuk kedua tahun tersebut; Sedangkan format pelaporan pertanggung jawaban sosial perusahaan yang sesuai adalah Outlays Cost Approach.
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan bahwa sebaiknya perusahaan merubah kebijakannya dalam memperlakukan biaya-biaya sosialnya,serta hendaknya perusahaan mulai mempertimbangkan untuk melaporkan pertanggung jawaban sosialnya dalam laporan tambahan, sepanjang hal tersebut dapat dilakukan
Deskripsi Alternatif :
Penelitian ini merupakan studi kasus pada unit PT. PG Krebet Baru Bululawang dengan judul “Analisis Mengenai Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Pelaporannya”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan selama tahun 2000 dan 2001, perlakuan akuntansi atas biaya yang telah dikeluarkan sehubungan dengan pelaksanaan tanggung sosial, serta bagaimana perusahaan melaporkan tanggung jawab sosialnya kepada pihak-pihak pemakai informasi keuangan.
Dalam melakukan analisa terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, penulis membandingkan biaya-biaya sosial selama tahun 2000 dengan biaya-biaya sosial selama tahun 2001; untuk menganalisa terhadap perlakuan atas biaya-biaya sehubungan dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial, penulis menggunakan teori-teori yang ada mengenai akuntansi biaya serta Standar Akuntansi Keuangan sebagai pedoman perlakuan akuntansi atas biaya sosial; dan untuk menganalisa pelaporan atas pertanggung jawab sosial, penulis menggunakan teori tentang akuntansi sosial.
Hasil analisis terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan selama tahun 2000 dan 2001, mengalami peningkatan sebesar 5,2% yaitu Rp.7.859.770.559,67 di tahun 2000 menjadi Rp. 8.265.969.125,05 di tahun 2001. Hasil analisis terhadap perlakuan akuntansi atas biaya-biaya sosial, perusahaan memperlakukan semua biaya sosial kecuali biaya pengadaan sarana dan prasarana sosial sebagai biaya produksi, sedangkan biaya pengadaan sarana dan prasarana sosial dikapitalisasikan untuk diakui sebagai aktiva perusahaan. Sedangkan hasil analisis terhadap pelaporan pertanggung jawaban sosial, perusahaan selama ini tidak pernah melaporkan tanggung jawab sosialnya secara eksplisit dalam laporan keuangan.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, apabila perusahaan tidak memperlakukan semua biaya sosial sebagai komponen biaya produksi, maka biaya produksi perusahaan akan berkurang sebesar Rp. 4.467.664.574,14 untuk tahun 2000 dan Rp. 4.726.142.636,36 untuk tahun 2001, dan biaya administrasi dan umum akan meningkat sebesar penurunan biaya produksi untuk kedua tahun tersebut; Sedangkan format pelaporan pertanggung jawaban sosial perusahaan yang sesuai adalah Outlays Cost Approach.
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan bahwa sebaiknya perusahaan merubah kebijakannya dalam memperlakukan biaya-biaya sosialnya,serta hendaknya perusahaan mulai mempertimbangkan untuk melaporkan pertanggung jawaban sosialnya dalam laporan tambahan, sepanjang hal tersebut dapat dilakukan
sumber: google.com
Masih Lemah, Perlindungan Konsumen di Indonesia
Tingkah laku para Pelaku Usaha pada era globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika, menyebabkan ruang gerak arus transaksi barang dan jasa melintas batas-batas wilayah suatu negara semakin cepat dan meluas sehingga barang yang ditawarkan bervariasai, baik yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri, tertentu dengan berbagai resiko, bisa menguntungkan juga merugikan. Dengan semakin bervariasinya barang yang ditawarkan di masyarakat atau Konsumen maka Pelaku usaha berusaha dengan berbagai cara agar barang atau produk yang dihasilkannya terlihat menarik dan tahan lama. Untukmencapai tujuan tersebut maka para Pelaku usaha yang bergerak dalam produk pangan menggunakan Bahan Tambahan Pangan (BTP) di dalam produk yang dihasilkannya. Namun terjadi penggeseran nilai-nilai dalam produksi, sehingga keamanan panganyang seharusnya dicapai oleh Pelaku usaha telah berubah menjadi bisnis semata. Bukan hanya BTP yang digunakan, beberapa Pelaku usaha menggunakan bahan-bahan kimia yang dilarang untuk dipergunakan sebagai BTP pada makanan dikarenakan harga bahan-bahan kimia terlarang tersebut lebih murah dan mudah untuk didapat. Selain itu, banyak Pelaku-pelaku usaha kecil yang tidak mengetahui dampak dari penggunaan bahan-bahan kimia tersebut. Namun, perilaku Pelaku usaha yang demikian tentu saja mengakibatkan kerugian bagi konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut. Banyaknya kasus-kasus tentang penyalahgunaan bahan-bahan kimia berbahaya yang terjadi di dalam masyarakat menunjukkan lemahnya posisi Konsumen dibandingkan dengan posisi Pelaku usaha. Lemahnya posisi Konsumen disebabkan antara lain masihrendahnya kesadaran dan pendidikan Konsumen di Indonesia. Di samping itu, pengaturan perlindungan Konsumen di Indonesia kurang tegas, khususnya sanksi yang diberikan kepada Pelaku-pelaku usaha nakal sehingga para Pelaku usaha tidak takut untuk melakukan kembali perbuatan tersebut. Dalam tulisan ini dapat dilihat dua bentuk pertanggungjawaban Pelaku usaha dalam kaitannya dengan produk pangan yaitupertanggungjawaban Pelaku usaha menurut UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan (UU Pangan) dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Dengan adanya kedua UU tersebut diharapkan perlindungan Konsumen untuk memperoleh profuk pangan yang aman dapat terwujud namun dalam kenytaannya posisi Konsumen masih lemah. Badan POM sebagai instansi Pemerintah yang memiliki otoritas dalam bidang pangan, belum melaksanakan funsinya secara maksimal sehingga pelanggaran masih sering terjadi dikarenakan kurangnya pengawasan.
A. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen
Pada hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yakni:
Pertama, Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.
Kedua, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen.
Tujuan Perlindungan Konsumen
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
Azas Perlindungan Konsumen
1. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
2. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
3. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Konsumen Mandiri
Ciri Konsumen Mandiri adalah :
1. Sadar akan harkat dan martabat konsumen, mampu untuk melindungi diri sendiri dan keluarganya;
2. Mampu menentukan pilihan barang dan jasa sesuai kepentingan, kebutuhan, kemampuan dan keadaan yang menjamin keamanan, keselamatan, kesehatan konsumen sendiri;
3. Jujur dan bertanggungjawab;
4. Berani dan mampu mengemukakan pendapat, serta berani memperjuangkan dan mempertahankan hak-haknya;
5. Berbudaya dan sadar hukum perlindungan konsumen;
6 Waspada Konsumen
1. Kritis terhadap iklan dan promosi dan jangan mudah terbujuk;
2. Teliti sebelum membeli;
3. Biasakan belanja sesuai rencana;
4. Memilih barang yang bermutu dan berstandar yang memenuhi aspek keamanan, keselamatan,kenyamanan dan kesehatan;
5. Membeli sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan;
6. Perhatikan label, keterangan barang dan masa kadaluarsa;
sumber: google.com
A. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen
Pada hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yakni:
Pertama, Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.
Kedua, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen.
Tujuan Perlindungan Konsumen
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
Azas Perlindungan Konsumen
1. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
2. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
3. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Konsumen Mandiri
Ciri Konsumen Mandiri adalah :
1. Sadar akan harkat dan martabat konsumen, mampu untuk melindungi diri sendiri dan keluarganya;
2. Mampu menentukan pilihan barang dan jasa sesuai kepentingan, kebutuhan, kemampuan dan keadaan yang menjamin keamanan, keselamatan, kesehatan konsumen sendiri;
3. Jujur dan bertanggungjawab;
4. Berani dan mampu mengemukakan pendapat, serta berani memperjuangkan dan mempertahankan hak-haknya;
5. Berbudaya dan sadar hukum perlindungan konsumen;
6 Waspada Konsumen
1. Kritis terhadap iklan dan promosi dan jangan mudah terbujuk;
2. Teliti sebelum membeli;
3. Biasakan belanja sesuai rencana;
4. Memilih barang yang bermutu dan berstandar yang memenuhi aspek keamanan, keselamatan,kenyamanan dan kesehatan;
5. Membeli sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan;
6. Perhatikan label, keterangan barang dan masa kadaluarsa;
sumber: google.com
Perilaku konsumen
A. Pengantar
Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan agar sukses dalam persaingan adalah erusaha mencapai tujuan dengan mempertahankan dan meningkatakn pelanggan. Sedangkan meningkatakan pelanggan beraiti perusahaan harus dapat menangkap setiap peluang yang ada melalui strategi pemasarannya untuk mendapatkan pelanggan baru.
Namun tahun-tahun terakhir ini hampir dalam setiap minggu di media cetak memuat keluhan konsumen kepada produsen. Pada 19 mei 2007, di harian jawa pos pada rubrik metropolis watch semuanya berisi tentang kekecewaan dan juga tanggapan perusahaan atas kekecewaan pelanggan.
Keluhan konsumen juga di samaikan melalui internet, keluhan konsumen ini amat beragam. Ada yang mengeluhkan layanan toko,pelayanan jasa kereta api yang mengecewakan terhadap jasa PDAM yang memberikan
pelayana yang tidak baik.
Untuk memuasakan semua konsumen memang tidak mudah, tetapi ini harus dilakukan. Sekali perusahaan mengecewakan konsumen, maka dampaknya tidak hanya di tinggalkan oleh konsumen yang kecewa saja, tetapi lebih dari itu mereka akan mengungkapkan kekecewaannya kepada orang lain.mereka akan menyampaikan kepada konsumen lain dan bahkan akan merekomendasikan kepada konsumen lain untuk membeli maupun mengkonsumsi produk kita.
Untuk meyakinkan pelanggan bahwa perusahaan benar-benar berusaha memperhatikan kebutuhan dan keinginan pelanggan, perusahaan berupaya mengerti dan memahami pelanggan dan pasar sasarannya yaitu masyarakat jawa tengah.
B. PENGERTIAN PERILAKU KONSUMEN
Dalam memahami perilaku konsumen ini apa saja yang harus dipahami Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995) pemahaman terhadap perilaku konsumen mencangkup pemahaman terhadap tindakan yang langsung yang dilakukan konsumen dalam mendapatkan mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa.
Hal yang hampir sama diungkapkan oleh Schiffmandan kanuk (2007) bahwa perilaku konsumen merupakan stadi yang mengkaji bagaimana individu membuat keputusan membelanjakan sumberdaya yang tersedia dan dimiliki (waktu, uang,dan usaha) untuk mendapatkan barang dan jasa yang nantinya akan di konsumsi.
Sedangkan loudon dan bitta (1995) menjelaskan bahwa perilaku konsumen mencangkup proses pengambilan keputusan ban kegiatan yang dilakukan konsumen secara fisik dalam pengevaluasian. Di dalam mempelajari perilaku konsumen ini pemasaran tidak hanya berhenti pada perilaku konsumen semata saja namun juga perlu mengkaitkannya dengan strategi pemasaran yang akan disusunnya.Perusahaan yang mampu memahami perilaku konsumen yang mendapatkan keuntungan yang cukup besar karena dapat menyusun strategi pemasaran yang tepat yang dapat memberikan kepuasan yang lebih baik di bandingkan pesaing.
C. MANFAR MEMPELAJARI PERILAKU KONSUMEN
Dalam lingkungan kehidupan yang relatif konsumtif seperti saat ini dan bombardiriklan serta jenis promosi lainnya. Sikap maupun prilaku maupun faktor-faktor usaha p[emasaran maupun lngkungan eksternal yang dapat mempengaruhi penganbilan keputusan dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap perilakunya.
Pemahaman terhadap perilaku konsumen ini sangat bermanfaat untuk kepentingan menyusun strategi maupun bauran pemasaran melalui pemahaman terhadap spikografis konsumen dan juga perilaku penggunaan pemasaran.
Penerapan konsep pemasaran dan memperluas legitimasi ke masyarakat (Sheth & Mitaal 2004) jadi alangkah bermanfaatnya jika konsumen maupun praktisi pemasaran mempelajari perilaju konsumen tiak hanya bermanfaat secara individu tetapi secara bisnis sangat memiliki nilai strategi bagi perusahaan.
D. ILMU LAIN YANG MEMBERIKAN KONSRIDUSI DALAM STADI PERILAKU KONSUMEN
Perilaku konsumen merupakan ilmu yangrelatif baru di bandingakn ilmu yang lain
Ilmu-ilmu yang telah memberikan sumbngan pemikiran agi stadi perilaku konsumen antara lain:
• Sosiologo
Menberikan sumbagan dalam mempelajari kekutatan sosial yang mempengarihi konsumen seperti konsep sruktur sosial, leluarga, kelas sosial gender dan jaya hidup yang dapat mempengaruhi perilaku individu dan kelompok.
• Antropologi
Memberikan sumbangan dalam memahami fenomena konsumsi ritual, mitos, simbol dan budaya asprk lainnya.
• Ekonomi
Membantu dalam memberikan pemahaman tentang ketrkaitan antara kebijakan harga dengan respon perilaku konsumen akibat perbedaan tingkat ekonomi antar masyarakat.
• Psikologi
Membantu dalam memahami proses-proses psikologo yang sfatnya individual seperti kepribadian,motivasi, persepsi,proses belajar,sikap yang dinamika kelompok yang berpengaruh terhadap perilaku konsumen.
E. MODEL PRILAKI KONSUMEN
Model yang menunjukan bahwa slimuti dari luar akan masuk kedalam kotak hitam pembeli dan menghasilkan respon tertentu pada konsumen. Slimuti terdiri dari 2 macam yaitu: slimuti pemasaran dan slimuti lain-lain slimuti pemasara meliputi dari empat unsur yaitu produk ,harga,disrtibusi, dan promos. Sedangkan slimuti lain-lain terdiri atas keadaan ekonomi, teknologi, politik, kebudayaan
Kotak hitam terdiri dua komponen yaitu: bagian pertama adalah karakterisrik pembeli yang meliputi faktor budaya,sosial, personal dan psychological. Bagian kedua yaitu: proses yang mempengaruhi hasil keputusan.
Faktor lingkungan ini melalui komunikasi akan menyediakan informasi yang sangat berpengaruh terhadap pengambilan ke3putusan konsumen. Evaluasi setelah pembelian ini juga memberi feedback apda perusahaan.Informasi yang didapat ini kemudian di gunakan menajamen untuk merefirmasikan strategi pemasaran agar sesuia kebutuhan konsumen.
F. PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Menurut tujuan pembelian konsumen dapat dikelompokan menjadi konsumen akhir (individual)yang terdiri atas individu dan rumah tangga yang tujuan pembeliaanya adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiriatau untuk dikonsumsi.Sedangkan kelompok lain adalah konsumen organisasional yang terdiri dari organisasi, pem akai indusrti,pedagang dan lembaganon-profil yang tujuan pembeliannya untuk memperoleh labaatau sejahtera anggotannya.Ketertiban yang tinggi ini digolongkan sebagai high involvement purchase decision sedangak ketertiban renah diolongkan low involvement purchase decision.
Pengambilan keputusan sebagai proses penting yang berpengaruh perilaku konsumen sangat penting untuk dipahami pemasar. Menutut Schiffman damn kanuk (2007:16) pengambilan keputsan dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, proses, dan output.
Faktor eksternal yang dapat menjadi input dan berpengaruh terhadap proses penagmbilan keputusan
.
G. SITEMATIKA DAN KELEBIHAN BUKU
Untuk mempermudah pembaca, sistematika dalam buku ini akan di uraikan dari faktor- faktor induvidial yang melekat pada diri konsumen yang mempengaruhi perilaku konsumen seperti motivasi,kepribdian,pembela jaran,persepsi, sikap konsumen. Hal ini penting dalam beberapa penelitian di bidang perilaku konsumen sangat membutuhkan insrumen yang benar-benar valid dan reliabelagar dapat di gunakan fenomena yang ada pada konsumen.
H. KESIMPULAN
Pemahaman terhadap perilaku konsumen merupakan hal yang sangat penting karena membantu perusahaan dalam menciptakan nilai unggul dari produk atau jasa yang ditawarkan dan menyusun strategi pemasaran yang tepatsehingga dapat memuaskan konsumen.
SUMBER : BUKU PERILAKU KONSUMEN
Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan agar sukses dalam persaingan adalah erusaha mencapai tujuan dengan mempertahankan dan meningkatakn pelanggan. Sedangkan meningkatakan pelanggan beraiti perusahaan harus dapat menangkap setiap peluang yang ada melalui strategi pemasarannya untuk mendapatkan pelanggan baru.
Namun tahun-tahun terakhir ini hampir dalam setiap minggu di media cetak memuat keluhan konsumen kepada produsen. Pada 19 mei 2007, di harian jawa pos pada rubrik metropolis watch semuanya berisi tentang kekecewaan dan juga tanggapan perusahaan atas kekecewaan pelanggan.
Keluhan konsumen juga di samaikan melalui internet, keluhan konsumen ini amat beragam. Ada yang mengeluhkan layanan toko,pelayanan jasa kereta api yang mengecewakan terhadap jasa PDAM yang memberikan
pelayana yang tidak baik.
Untuk memuasakan semua konsumen memang tidak mudah, tetapi ini harus dilakukan. Sekali perusahaan mengecewakan konsumen, maka dampaknya tidak hanya di tinggalkan oleh konsumen yang kecewa saja, tetapi lebih dari itu mereka akan mengungkapkan kekecewaannya kepada orang lain.mereka akan menyampaikan kepada konsumen lain dan bahkan akan merekomendasikan kepada konsumen lain untuk membeli maupun mengkonsumsi produk kita.
Untuk meyakinkan pelanggan bahwa perusahaan benar-benar berusaha memperhatikan kebutuhan dan keinginan pelanggan, perusahaan berupaya mengerti dan memahami pelanggan dan pasar sasarannya yaitu masyarakat jawa tengah.
B. PENGERTIAN PERILAKU KONSUMEN
Dalam memahami perilaku konsumen ini apa saja yang harus dipahami Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995) pemahaman terhadap perilaku konsumen mencangkup pemahaman terhadap tindakan yang langsung yang dilakukan konsumen dalam mendapatkan mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa.
Hal yang hampir sama diungkapkan oleh Schiffmandan kanuk (2007) bahwa perilaku konsumen merupakan stadi yang mengkaji bagaimana individu membuat keputusan membelanjakan sumberdaya yang tersedia dan dimiliki (waktu, uang,dan usaha) untuk mendapatkan barang dan jasa yang nantinya akan di konsumsi.
Sedangkan loudon dan bitta (1995) menjelaskan bahwa perilaku konsumen mencangkup proses pengambilan keputusan ban kegiatan yang dilakukan konsumen secara fisik dalam pengevaluasian. Di dalam mempelajari perilaku konsumen ini pemasaran tidak hanya berhenti pada perilaku konsumen semata saja namun juga perlu mengkaitkannya dengan strategi pemasaran yang akan disusunnya.Perusahaan yang mampu memahami perilaku konsumen yang mendapatkan keuntungan yang cukup besar karena dapat menyusun strategi pemasaran yang tepat yang dapat memberikan kepuasan yang lebih baik di bandingkan pesaing.
C. MANFAR MEMPELAJARI PERILAKU KONSUMEN
Dalam lingkungan kehidupan yang relatif konsumtif seperti saat ini dan bombardiriklan serta jenis promosi lainnya. Sikap maupun prilaku maupun faktor-faktor usaha p[emasaran maupun lngkungan eksternal yang dapat mempengaruhi penganbilan keputusan dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap perilakunya.
Pemahaman terhadap perilaku konsumen ini sangat bermanfaat untuk kepentingan menyusun strategi maupun bauran pemasaran melalui pemahaman terhadap spikografis konsumen dan juga perilaku penggunaan pemasaran.
Penerapan konsep pemasaran dan memperluas legitimasi ke masyarakat (Sheth & Mitaal 2004) jadi alangkah bermanfaatnya jika konsumen maupun praktisi pemasaran mempelajari perilaju konsumen tiak hanya bermanfaat secara individu tetapi secara bisnis sangat memiliki nilai strategi bagi perusahaan.
D. ILMU LAIN YANG MEMBERIKAN KONSRIDUSI DALAM STADI PERILAKU KONSUMEN
Perilaku konsumen merupakan ilmu yangrelatif baru di bandingakn ilmu yang lain
Ilmu-ilmu yang telah memberikan sumbngan pemikiran agi stadi perilaku konsumen antara lain:
• Sosiologo
Menberikan sumbagan dalam mempelajari kekutatan sosial yang mempengarihi konsumen seperti konsep sruktur sosial, leluarga, kelas sosial gender dan jaya hidup yang dapat mempengaruhi perilaku individu dan kelompok.
• Antropologi
Memberikan sumbangan dalam memahami fenomena konsumsi ritual, mitos, simbol dan budaya asprk lainnya.
• Ekonomi
Membantu dalam memberikan pemahaman tentang ketrkaitan antara kebijakan harga dengan respon perilaku konsumen akibat perbedaan tingkat ekonomi antar masyarakat.
• Psikologi
Membantu dalam memahami proses-proses psikologo yang sfatnya individual seperti kepribadian,motivasi, persepsi,proses belajar,sikap yang dinamika kelompok yang berpengaruh terhadap perilaku konsumen.
E. MODEL PRILAKI KONSUMEN
Model yang menunjukan bahwa slimuti dari luar akan masuk kedalam kotak hitam pembeli dan menghasilkan respon tertentu pada konsumen. Slimuti terdiri dari 2 macam yaitu: slimuti pemasaran dan slimuti lain-lain slimuti pemasara meliputi dari empat unsur yaitu produk ,harga,disrtibusi, dan promos. Sedangkan slimuti lain-lain terdiri atas keadaan ekonomi, teknologi, politik, kebudayaan
Kotak hitam terdiri dua komponen yaitu: bagian pertama adalah karakterisrik pembeli yang meliputi faktor budaya,sosial, personal dan psychological. Bagian kedua yaitu: proses yang mempengaruhi hasil keputusan.
Faktor lingkungan ini melalui komunikasi akan menyediakan informasi yang sangat berpengaruh terhadap pengambilan ke3putusan konsumen. Evaluasi setelah pembelian ini juga memberi feedback apda perusahaan.Informasi yang didapat ini kemudian di gunakan menajamen untuk merefirmasikan strategi pemasaran agar sesuia kebutuhan konsumen.
F. PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Menurut tujuan pembelian konsumen dapat dikelompokan menjadi konsumen akhir (individual)yang terdiri atas individu dan rumah tangga yang tujuan pembeliaanya adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiriatau untuk dikonsumsi.Sedangkan kelompok lain adalah konsumen organisasional yang terdiri dari organisasi, pem akai indusrti,pedagang dan lembaganon-profil yang tujuan pembeliannya untuk memperoleh labaatau sejahtera anggotannya.Ketertiban yang tinggi ini digolongkan sebagai high involvement purchase decision sedangak ketertiban renah diolongkan low involvement purchase decision.
Pengambilan keputusan sebagai proses penting yang berpengaruh perilaku konsumen sangat penting untuk dipahami pemasar. Menutut Schiffman damn kanuk (2007:16) pengambilan keputsan dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, proses, dan output.
Faktor eksternal yang dapat menjadi input dan berpengaruh terhadap proses penagmbilan keputusan
.
G. SITEMATIKA DAN KELEBIHAN BUKU
Untuk mempermudah pembaca, sistematika dalam buku ini akan di uraikan dari faktor- faktor induvidial yang melekat pada diri konsumen yang mempengaruhi perilaku konsumen seperti motivasi,kepribdian,pembela jaran,persepsi, sikap konsumen. Hal ini penting dalam beberapa penelitian di bidang perilaku konsumen sangat membutuhkan insrumen yang benar-benar valid dan reliabelagar dapat di gunakan fenomena yang ada pada konsumen.
H. KESIMPULAN
Pemahaman terhadap perilaku konsumen merupakan hal yang sangat penting karena membantu perusahaan dalam menciptakan nilai unggul dari produk atau jasa yang ditawarkan dan menyusun strategi pemasaran yang tepatsehingga dapat memuaskan konsumen.
SUMBER : BUKU PERILAKU KONSUMEN
Langganan:
Postingan (Atom)